Engkau berkenalan denganku ketika huruf jatuh dari lembaran
kitab kusam yang kau baca gemetar di tangan. Belum sempurna rasa
terkejut, bulat penuh matamu gerangan. Sedikit gerutuan, tangkai yang menopang
huruf itu menjadi tungkai penyangga sebuah gedung yang kau idam. Sekolah
rumah kedua tempat bercocok tanam ilmu pengetahuan. Ia sempurna menjadi
tubuh tinggi besar laksana benteng. Kuat serupa banteng kutub melawan musim
pancaroba acap kali datang tak diundang. Riuh dari dalam setiap kamar mencipta
simfoni mahakarya semesta. Terurai semua rahasia dalam kalimat aneka macam
bahasa pengantar tertuju pada jendela dunia. Kias pembangkit semangat itu mengalir
dalam setiap detak nadi. Sonata kenangan di bangku sekolah mengajakku kembali
betah berlama-lama melepas pandang. Pada lingkar biru bentang langit kita titip janji
sehati kita ukir prasasti sebuah nama. Dalam pesona terkejut tak lepas kita bersitatap.
Laksana Nuh sesobek kertas menjelma perahu kemudian. Di tanganmu mengalir titah,
huruf seketika melaut biru. Di atasnya kita berkayuh menuju tepian.
Komentar
Tulis komentar baru