Skip to Content

"Sang Penari" Membumikan Novel

Foto Hikmat
files/user/4/sang-penari.jpg
Sang Penari

Bagian terberat memfilmkan trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, ke dalam format film adalah membumikan ceritanya sedekat mungkin dengan cerita aslinya. Demikian dikatakan Salman Aristo, Rabu (9/11) ihwal film besutan Iffa Ifansyah yang akan dirilis mulai Kamis (10/11) besok.

Film yang 80 persen mengambil lokasi syuting di Purwokerto, dan 20 persen di Tegal itu, sepenceritaan Salman, telah memulai masa research-nya sejak akhir 2008 lalu.

"Bahkan ketika film Garuda di Dadaku belum diedarkan," katanya merujuk pada film sukses yang juga dibesut Iffa itu. Sebelumnya, bersama Shanty Harmain selaku produser, dan Iffa, Salman juga telah berbicara, dan melakukan interview langsung dengan Ahmad Tohari di Banyumas.

Dari pertemuan mereka itu, yang berlanjut di pertemuan selanjutnya, Tohari memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mereka semua untuk memfilmkan novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Dalam bahasa Tohari, sebagaimana ditirukan Salman, sastrawan itu berujar, "Membebaskan ruang apresiasi novel ke ruang apresiasi baru."

Oleh karena itu, film Sang Penari memilih mengakui dirinya dengan pernyataan, terinspirasi dari trilogi novel itu, dari pada mengadaptasinya, "Karena sangat tidak mungkin mengadaptasi tiga cerita dalam trilogi novel itu ke dalam satu film," jelas Salman.

Meski demikian, spirit trilogi novel itu tetap menjadi cerita pokok versi filmnya. Yang menyengkarutkan persoalan romansa, dan politik dengan latar belakang sisio-kultural terjadinya peristiwa itu, pada kisaran tahun 65-an.

Masa yang dalam bahasa pemerhati film JB kristanto adalah masa tsunami politik Indonesia. Atau masa ketidakjelasan bangsa Indonesia, dalam bahasa budayawan Goenawan Muhamad. Beranjak dari kisah kelam pembantaian bangsa Indonesia atas bangsanya sendiri itulah, film ini diangkat, dengan bahasa visual baru oleh Iffa.

Syuting Sang Penari berlangsung sebulan, pada bulan Maret hingga April lalu. Menurut rencana, film ini akan diparadekan atau dipertontonkan di Banyumas langsung. "Kami masih memikirkannya agar segera terwujud," katanya.

Dia berharap, film yang dilakoni Prisia Nasution sebagai Srintil, Oka Antara (Rasus), Slamet Rahardjo (Kertaredja), Dewi Irawan (Nyai Kertaredja) dan beberapa nama lainnya itu, dapat menjadi cermin bagi bangsa Indonesia, yang meminjam bahasa Ahmad Tohari, turut andil dalam kejadian kelam berlatar tahun 65.


Sumber: suaramerdeka.com, Rabu, 09 Nopember 2011 15:02 WIB

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler